Childish

Capture34

Casts: Park Yoo Ji  [OC]; Kim Tae Hyung [BTS V]; Kim Soo Jin [OC]; Park Ji Min [BTS]

Length: Oneshoot

Created: 10 Juli 2015

CHILDISH

Yoo Ji berlarian keluar rumah dengan ketakutan.

“YAAA PARK YOO JI KAU MAU KEMANAAA?!!” Chan Yeol keluar dari rumah mengejar Yoo Ji dengan galak. Yoo Ji baru saja menjatuhkan lego yang susah payah Chan Yeol buat hingga kacau, yang membuat Chan Yeol marah besar.

Yoo Ji menoleh ke arah belakang sambil terus berlarian. “Oppa mian, ayo kita buat ulang tugasmu itu. Jangan marah lagi, jebaaal!!” ujar Yoo Ji sambil terus berlari. Kini ia berhenti kekagetan karena pintu pagar rumah yang masih tertutup.

“Hajima, jangan coba-coba keluar rumah, eo?” Chan Yeol memperingati.

Kini Yoo Ji memundurkan badannya seiring dengan Chan Yeol yang mendekatinya. Yoo Ji benar-benar takut, karena biasanya jika ia berada di situasi seperti ini hanyalah Ji Min yang melindunginya. Ji Min sedang pergi bersama Tae Hyung, membuatnya tidak berdaya.

“Oppa mianhaeeee jangan pukul aku. Aku akan bertanggung jawab, aku janji. Jangan marah lagi denganku, jebaal.” rengek Yoo Ji yang nampaknya diabaikan oleh amarah Chan Yeol. Dengan cepat Yoo Ji membuka pintu pagar yang ada di belakangnya, lalu melesat keluar rumah tanpa menghiraukan Chan Yeol yang meneriakinya.

Ia langsung memasuki rumah yang ada di depan rumahnya. Ia berlarian terus, menyusuri taman rumah itu yang begitu luas. “Myung oppaaaaaaaaa!!!” teriaknya ketika ia telah dekat dengan pintu rumah.

Soo Jin yang sedang merajut di teras depan rumahnya kaget melihat temannya yang persis seperti kesetanan itu. Ia meletakkan rajutannya dan berdiri menghampiri Yoo Ji yang terengah memegang pilar teras rumahnya.

Dari belakang Chan Yeol sudah membawa sapu ijuk sambil berlarian. “Yaaaaa!!! Kenapa kau malah ke sini?!! Pulaaangg!!!” teriak Chan Yeol dari belakang.

Semakin bingunglah Soo Jin dengan keadaan ini. “Yoo Ji-ah, wae irae?” tanyanya sambil menarik Yoo Ji memasuki teras rumahnya.

Begitu juga Myung Soo yang baru saja keluar dari dalam rumah, begitu bingung melihat Chan Yeol temannya berlarian persis seperti ibu-ibu liar.

“Jin-ah, tolong aku, jebal tolong akuu!!” seru Yoo Ji panik sambil menatap Soo Jin. Melihat Myung Soo yang baru saja keluar dari rumah, ia langsung berlarian menghampiri Myung Soo. Ia bersembunyi di balik punggung Myung Soo.

Chan Yeol sudah di depan Soo Jin, dan masih terengah. “Oppa kalian kenapa? Siang bolong seperti ini malah bertengkar. Haruskah berlarian?” tanya Soo Jin heran.

Myung Soo menoleh ke belakang, tempat Yoo Ji bersembunyi.

“Myung, bikkyeo, berikan aku anak nakal itu!!” Chan Yeol mengeluarkan titahnya.

Yoo Ji semakin mengeratkan pegangannya pada baju polo Myung Soo. “Oppa jebal, tolong aku. Yeol oppa marah karena aku menghancurkan lego yang Yeol oppa buat dua minggu, aku benar-benar tidak sengaja menyenggolnya ketika menyapu rumah. Aku sudah berjanji akan bertanggung jawab namun Yeol oppa masih marah denganku. Aku takut. Aku mau Yeol oppa tidak marah lagi denganku.” adu Yoo Ji dengan nada menggerutunya.

Myung Soo langsung melihat ke arah Chan Yeol. Chan Yeol jika baik, dia akan baik sekali dengan adiknya. Namun jika sedang bad mood seperti ini, bahkan ia tega memukul adiknya. Myung Soo semakin prihatin saja dengan Chan Yeol.

“Ji Min oppaa!!” kepala Yoo Ji muncul begitu saja dari balik punggung Myung Soo ketika ia melihat Ji Min yang baru saja datang bersama Tae Hyung.

Ji Min bingung melihat kakak dan adiknya yang berada di rumah Tae Hyung ini. Ditambah lagi dengan Chan Yeol yang membawa sapu ijuk.

Namun Chan Yeol malah mendekati Myung Soo.

Kepala Yoo Ji langsung kembali bersembunyi di balik punggung Myung Soo. “Aaaaaa Myung oppaaaaa!!!”

Ji Min semakin tidak tahan. Kini ia berjalan cepat sambil menarik tangan kakaknya yang kesurupan itu. Nampaknya ia harus memberikan beberapa petuah untuk kakaknya itu.

Seperginya Chan Yeol dan Ji Min, suasana rumah keluarga Kim tenang sekejap.

“Ya, kau kenapaaa?!!” tanya Tae Hyung yang kini sudah di sebelah Yoo Ji.

Yoo Ji sendiri masih memeluk Myung Soo ketakutan. Myung Soo langsung berbalik dan merangkul Yoo Ji memasuki rumahnya.

Tae Hyung semakin bingung saja. Kini Soo Jin melewati Tae Hyung, mengikuti Myung Soo. “Ya, ada apa ini? Kenapa bisa gaduh? Lalu Yoo Ji, kenapa ia bersembunyi di punggung Myung hyung, kenapa tidak di punggungmu saja?”

Soo Jin hanya menghela nafas berat mendengar pertanyaan kakaknya itu. “Oppa, kurasa kau mengerti, kenapa aku harus berlarian ke rumah keluarga Park lalu bersembunyi di punggung Yeol oppa karena ketakutan dengan amarahmu yang dengan teganya meluap hingga hendak memukulku dengan stik golf appa.” Soo Jin meninggalkan Tae Hyung.

“Oh, jadi Yeol hyung mengikuti styleku ketika memarahi adiknya?”

Soo Jin menoleh sambil mengernyit kesal. Kakaknya memang seperti itu, aneh.

“Ya, Park Yoo Ji!!”

Yoo Ji yang baru saja menutup pintu pagar rumahnya menoleh ke belakang, Tae Hyung memanggilnya. Kini ia melihat Tae Hyung yang berdiri di depan rumahnya sambil memasukkan kedua tangannya pada celana hitam kebesarannya.

Ia kini berjalan mendekati Yoo Ji dengan tatapan menyelidik. “Anak SMA sepertimu jam segini pasti dilanda sindrom jatuh cinta. Keluar sesore ini dengan pakaian rapi dan sekotak hadiah dipastikan itu untuk seorang namja, kkeuchi?” Tae Hyung berkomentar bahkan ketika baru saja Yoo Ji melihatnya.

Membuat Yoo Ji kesal saja. “Tae-ah, kau saja belum lulus SMA. Jangan berlagak kau sudah dewasa ya! Bahkan kau menduga-duga ketika kau salah.” timpal Yoo Ji kesal. Tae Hyung memang selalu mengomentari hidupnya dengan cara seperti ini.

“Apa pernyataanku terlalu benar?” Tae Hyung kembali berujar yang membuat Yoo Ji semakin kesal saja.

“Ya, inilah alasanku kenapa aku selalu memanggil namamu bahkan kau lebih tua dariku. Mana janjimu meminjamkanku kameramu?” tagih Yoo Ji yang membuat Tae Hyung terdiam. “Ah, kau memang penipu! Sudah sudah, mandi sana!” Yoo Ji meninggalkan Tae Hyung begitu saja.

Tae Hyung hanya bisa menatap punggung Yoo Ji yang semakin menjauhi gang rumah mereka. Kini Yoo Ji sudah menghilang, berbelok di ujung gang. “Jadi belum punya namchin ya. Hmm…sudah kuduga.”

“Apanya sudah kuduga?” Soo Jin tiba-tiba berdiri di belakangnya, yang membuatnya kaget setengah mati. Soo Jin menyilangkan kedua tangannya di dada. “Oppa kau mencurigakan.”

Tae Hyung mendesah mendengarnya. “Apa pernah sehari saja kau tidak mencurigaiku? Tidak kan?”

Soo Jin mengangguk menyetujui pernyataan Tae Hyung. Bagi Soo Jin seorang Tae Hyung memang selalu mencurigakan dengan sifat tak terduganya itu. “Bagaimana? Yoo Ji sudah pergi atau belum?”

Tae Hyung yang terdiam kini semakin dibuat terdiam. Ia baru ingat jika tadi ia keluar rumah karena Soo Jin memintanya untuk menahan Yoo Ji, mereka akan ke pesta ulang tahun teman mereka bersama. “Sudah. Dia baru saja pergi.” jawab Tae Hyung pendek.

Soo Jin kini memukul Tae Hyung dengan tasnya berkali-kali. “Kau ini suka sekali adikmu tersiksa yaa!! Cepat ambil motor, antar aku sampai halte! Ck, kau jahat sekali memaaaaangg!!!!”

Akhirnya Tae Hyung mengantarkan adiknya itu mencari sosok Park Yoo Ji. Nampaknya Yoo Ji belum berjalan jauh. Buktinya kini ia malah mampir ke sebuah toko yang ada di dekat halte. Tae Hyung memarkirikan motornya dan mengantar Soo Jin memasuki toko itu.

“Hyung!”

Sapaan itu yang Tae Hyung dapat ketika baru memasuki toko. Lelaki yang menyapa Tae Hyung itu bahkan tidak menyadari Soo Jin yang kaget melihat keberadaannya. Kini lelaki itu berjalan menghampiri Tae Hyung. Soo Jin masih saja menatapnya tidak percaya.

“Ya, kau jadi ikut?” Soo Jin disadarkan oleh sebuah pertanyaan. Ia menoleh, Yoo Ji berdiri di sebelahnya. “Kupikir kau tidak jadi ikut. Yasudah aku memutuskan untuk nebeng Jung Kook saja.”

Soo Jin semakin membelalakan matanya. Bahkan Yoo Ji bisa mengenal Jung Kook. Soo Jin sering sekali memperhatikan Jung Kook ketika di sekolah. Karena sebuah kejadian di mana Jung Kook menolongnya.

“Kenapa bisa terjadi? Seharusnya ada anggota PMR yang berdiri di dekatnya! Kenapa kalian membiarkan daerah itu kosong?”

Suara itu Soo Jin dengar ketika kesadarannya kembali. Matanya itu sedikit melihat, dia di ruang UKS. “Yasudah, kembali jaga! Biar aku yang menjaganya. Ah, sebelum itu belikan makanan, dia nampaknya belum sarapan sebelum upacara.” Orang yang berdiri memunggungi Soo Jin berujar pada anggota PMR itu. Seiring dengan lelaki itu berbalik, anggota PMR tadi meninggalkan UKS.

Jeon Jung Kook. Samar-samar Soo Jin melihat name tag lelaki itu. “Gwaenchana?” tanya Jung Kook khawatir sambil duduk di sebelah kasur Soo Jin. Kini ia membantu Soo Jin untuk duduk.

Soo Jin mengangguk. “Gwaenchana, tapi ngomong-ngomong…” Soo Jin celingukan melihat ke bawah. Ia kini melihat Jung Kook. Seketika ia terdiam, tidak bisa melanjutkan ucapannya seperti seharusnya. Jantungnya berdebar.

Jung Kook ikut celingukan. “Kau mencari apa…ah, aku tahu!” kini ia melihat Soo Jin yang masih menatapnya. “Pasti…sepatu?!!” seru Jung Kook. Ia bangun dan mecari-cari sepatu Soo Jin. “Sudah kuduga, mereka melepas sepatumu seenaknya,” ia berbalik ke arah Soo Jin. “Tunggu sebentar, biar aku carikan sepatumu.” Jung Kook langsung ke luar dari ruang UKS.

“Dia…siapa?” tanya Soo Jin sendiri. Baru kali itu ia merasakan detak jantung secepat itu. Mungkin bisa dikatakan cinta pertama.

Dan ternyata, semester setelahnya ia berada di kelas yang sama dengan Jung Kook. Hingga saat ini, ia selalu salah tingkah jika berinteraksi dengan Jung Kook. Namun, ia serasa seperti debu jika seperti ini. Dua orang yang begitu akrab dengannya, diam-diam mengenal Jung Kook dengan baik.

“Eo? Kau flowery converse high?”

Tiba-tiba saja Soo Jin yang sibuk terflash back dengan kenangannya itu ditikam dengan suara Jung Kook.

Jung Kook yang awalnya berbincang dengan Tae Hyung pun berjalan menghampiri Soo Jin.

“Ya, kau mengenalnya?” tanya Yoo Ji pada Jung Kook.

“Eo, dia teman sekelasku. Dulu aku juga sempat lima kali salah menacarikan sepatunya ketika ia pingsan dan anak buahku meninggalkan sepatunya sembarangan. Tentu aku ingat dengan dia.”

Jung Kook ingat dengannya? Anak setenar Jung Kook mengingatnya? Amazing.

“Entahlah aku tidak memikirkan hal-hal semacam itu terlebih dahulu.”

Yoo Ji menghelakan nafasnya, sedangkan Soo Jin menepuk-nepuk pelan bahu Ji Min.

“Aku rasanya memiliki kerentanan hati yang sama dengan Ji Min oppa. Buktinya hingga saat ini aku masih menganggap jika Myung oppa adalah namja terbaik. Aku tidak bisa menyukai namja lain selain Myung oppa.”

Soo Jin mengangguk menyetujui ucapan Yoo Ji. “Nado, bagiku Yeol oppa namja yang paling sempurna. Melihat Jung Kook yang nampak tebar pesona, membuatku pesimis jika aku bisa pacaran dekat-dekat ini.”

Soo Jin kembali teringat akan ketenaran Jung Kook. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika ia berpacaran dengan Jung Kook. Ia yang baik dan ramah dengan kebanyakan yeoja, membuat Soo Jin semakin ragu saja menyukai Jung Kook.

“Tapi Yoo Ji-ah, apa kau masih menyukai Myung hyung? Kau serius menyukainya dari TK hingga saat ini?” tanya Ji Min kaget pada Yoo Ji yang kini mulai mengambil kamera Tae Hyung yang sebelumnya ia letakkan di meja sebelahnya.

Sedangkan pemilik kamera tertidur di sofa dekat meja itu, meja tempat kamera itu diapit oleh sofa Yoo Ji dan Tae Hyung tempati.

“Eo, begitulah. Dialah yang paling aku sukai. Sangat aku sukai.” ujar Yoo Ji sambil tertunduk menunggu loading dari gallery kamera. Baru nampak beberapa foto, kamera itu raib dari tangan Yoo Ji.

“Aku berubah pikiran, kameraku hanya untuk diriku sendiri.”

Yoo Ji mengernyit melihat Tae Hyung yang tiba-tiba mengambil kameranya. “Sudah kuduga, kau pasti tidak ikhlas memberiku kesempatan meminjam. Dasar, alien.” omel Yoo Ji sendiri sambil kembali menyandar pada Soo Jin yang ada di sebelahnya.

Soo Jin sendiri menyandar pada Ji Min. “Ahh…sepi sekali hidup kita berempat yaa..” Soo Jin berujar. Yoo Ji mengangguk.

“Eo, rasanya kita terlalu aneh untuk diterima di dunia luar.” Ji Min menambahkan. Yoo Ji kembali mengangguk.

“Kudengar Yeol oppa sempat mengalami kesulitan mengenai pergaulan. Ah, ini akibatnya kita memiliki dunia yang sempit. Jika tidak di rumahku ini, ya di rumah kalian. Rasanya kita terlalu menutup diri untuk dunia luar.” Yoo Ji akhirnya berpendapat.

Suasana sunyi sesaat.

“Tapi Soo Jin nampaknya mulai membuka dirinya dari Yeol hyung,” semua mata kini menoleh ke arah Tae Hyung yang duduk menyandar di sofanya sambil  melipat kedua tangannya di dadanya. “Dia mulai menyukai Jeon Jung Kook dan berusaha menerima Jung Kook walau ia tidak sesempurna ekspektasinya yaitu Yeol hyung. Kurasa kalian berdua perlu melakukan hal yang sama.”

Soo Jin  langsung menutupi wajahnya dengan bantal di tangannya mendengar ucapan Tae Hyung. Membuatnya kembali teringat akan Jung Kook.

Yoo Ji menegakkan tubuhnya. “Kita berdua? Lalu kau?” tanya Yoo Ji langsung.

“Eo, Tae, kurasa kaulah yang paling perlu diperbaiki. Kau nampak seperti biseksual.” Ji Min ikut menimpali.

Tiba-tiba saja kepala Ji Min diserang bantal. Yoo Ji yang memukulnya dengan bantal. Kini Yoo Ji menoleh ke arah Tae Hyung seiring dengan Soo Jin yang juga mulai mengomeli Ji Min. “Okay Tae, katakan siapa orang yang kau sukai! Apa dia sepertiku? Seperti Soo Jin? Seperti eommaku? Seperti eommamu? Ayo katakan, aku ingin melihatnya.”

Soo Jin mengangguk mendengarnya. “Aku juga, setidaknya aku harus melakukan seleksi yeoja yang walau hanya untukmu. Hasil seleksiku terbukti memuaskan, Krystal eonni memang tepat untuk Myung oppa, itu bukti terakurat.”

Dengan cepat Yoo Ji menoleh ke arah Soo Jin. Tae Hyung hanya meliriknya. Mereka sebenarnya tidak tahu jika Myung Soo memiliki seorang pacar. “Maksudmu? Jadi Krystal eonni jadi berpacaran dengan Myung oppa?” Yoo Ji kini duduk menyandar pada sofa dengan tatapan kosong ke depan. “Ah, kenapa aku merasakan begitu sakit ya?”

“Wah, pantas saja dua hari yang lalu aku ditraktir Myung hyung dan Krystal noona ketika aku bertemu dengan mereka di dagang patbingsoo.” Ji Min berujar kembali.

“Eo, itu perayaan lima tahunan mereka.”

Mata Ji Min membelalak. “Lima tahun? Daebak!!”

Sedangkan Yoo Ji, sibuk dengan pikirannya.

Tae Hyung sendiri sibuk dengan Yoo Ji. Ia begitu menyukai Yoo Ji sebenarnya. Dan yang di kameranya, di memory kamera yang kini ia gunakan hanya ada foto Yoo Ji. Awalnya Tae Hyung ingin mengungkapkan rasa sukanya hari ini pada Yoo Ji. Namun,  semua batal begitu saja. Ia merasa hari ini bukanlah hari yang tepat. Buktinya ia melihat Yoo Ji yang seperti ini, Yoo Ji yang ternyata begitu menyukai kakaknya sendiri, Kim Myung Soo.

Yoo Ji yang terlihat bad mood kini menempelkan ponselnya. “Yeoboseyo?” tanyanya malas pada penelpon. Tiba-tiba ia menjauhkan ponselnya, menekan loudspeaker.

“Yoo Ji-ah, bagaimana? Aku harus mempersiapkan apa lagi untuk liburan ke Busan?”

Jung Kook menelponnya. “Ah, itu, aduh kau bicara dengan Soo Jin saja ya, aku mulas, sebentar sebentar.”

Yoo Ji langsung menyerahkan ponselnya pada Soo Jin, memberikan Soo Jin kesempatan untuk berbicara dengan Jung Kook, ia sendiri beralih dan duduk di sebelah Tae Hyung.

Chan Yeol berencana untuk liburan bersama di villa Jung Kook yang ada di Busan. Akhirnya Yoo Ji mengerti kenapa Krystal bergabung dalam acara ini.

“Yeoboseyo?” tanya Soo Jin langsung dengan nada suara tegang.

Kini Ji Min memukul lengannya pelan. Mimik wajahnya terlihat kesal dengan Soo Jin yang kaku.

“Eo, Soo Jin-ah, eotteokhae? Karena transportasi sudah kalian yang menanggung, aku menjadi berpikir aku harus membawa apa lagi. Tapi apa kalian yakin membawa mobil ke Busan tanpa supir? Itu jauh sekali asal kalian tahu.”

Tae Hyung memandang Yoo Ji yang menyandar lesu pada sofa. “Kau tidak menyukai Jung Kook kan?” tanya Tae Hyung.

“Aku tidak memiliki alasan untuk menyukai anak kecil kebanyakan gaya sepertinya.” gumam Yoo Ji. Mereka berbicara super pelan.

“Lalu? Myung hyung?” Tae Hyung bertanya yang membuat Yoo Ji menghela nafas kesal.

“Tae, kau pernah merasakan apa yang kini kualami? Ah, pasti tidak kan, iya kan? Kau selalu sibuk dengan dirimu, kau selalu punya pemikiran sendiri, kau bisa menjaga dirimu dari keadaan terburuk itu, iya kan? Haaah…aku berharap bisa sechildish dirimu.” Yoo Ji mengomel yang masih belum melihat ke arah Tae Hyung sama sekali.

Bahkan ia tidak tahu bagaimana cara Tae Hyung memandangnya kini. Tae Hyung hanya terdiam mendengarnya. “Apa dengan kau yang seperti ini kau sudah merasa lebih dewasa dariku?”

Yoo Ji langsung menoleh ke arah Tae Hyung. “Dengan kau yang seperti ini, apa kau sudah merasa dewasa? Bahkan kau tidak tahu jika sekarang aku sedang berada di keadaan yang sama denganmu. Aku yang lebih childish darimu, apa itu tidak keterlaluan?”

Yoo Ji masih terdiam menatap Tae Hyung. Jika memang iya, berarti Tae Hyung harusnya lebih sedih darinya, jika memang Tae Hyung childish. Ia jadi merasa menyesal mengatai Tae Hyung childish.

“Kau, aku jadi mengerti bagaimana cara pikirmu. Kau hanya menganggap Myung hyung yang paling layak untuk dilihat, padahal kau tidak mengerti jika kau hanyalah anak kecil yang harus dilindungi bagi Myung hyung.”

Yoo Ji menunduk. Benar kata Tae Hyung, Myung Soo hanya menganggapnya sebagai adiknya. Yang selalu ia lindungi dan takkan pernah ia sukai.

“Mianhae, Tae-ah. Gomawo.”

Tae Hyung tersenyum. “Kau harus berusaha dewasa, mulai sekarang.”

Yoo Ji malah menggeleng menjawab pernyataan Tae Hyung. Ia kini mendongak ke arah Tae Hyung. “Aku ingin seperti Tae. Walau terlihat childish, kau cukup dewasa untuk seorang namja. Aku berjanji takkan melihat Myung oppa seperti itu lagi, ia hanya kakakku, bukan untuk yang lain.”

Tae Hyung kembali tersenyum. “Apa kau akan melihatku sebagai kakakmu?”

Yoo Ji terdiam mendengar pertanyaan Tae Hyung. “Sudah kukatakan, aku takkan memanggilmu oppa.”

 

END

Tinggalkan komentar